CURHATAN RAKYAT BIASA
Membakar gedung DPR tidak menghilangkan identitas DPR, hanya tempatnya yang lenyap, orang-orangnya tetap ada, kendali dan kekuasaan tetap ada. Yang ada hanyalah kegiatan merusak fasilitas negara yang di bangun dari uang rakyat. Lalu apa bedanya dengan mereka yang duduk di kursi perwakilan yang meraup uang rakyat? Sama-sama berperilaku merugikan, hanya saja dengan jalan yang berbeda.
Kediaman pribadi para pejabat di rusak. Rumah di sandra, kendaraan pribadi dan harta benda di jarah, jelas ini bukan perilaku membela dan bersuara atas nama rakyat, ini adalah tindakan kriminal. Beberapa kediaman di bangun sebelum para pejabat menginjakkan kaki di kursi perwakilan, beberapa kediaman di bangun dari hasil jerih-payah di tempat kerja yang lain, beberapa kediaman di penuhi dengan memori keluarga yang tidak bisa di gantikan oleh apapun. Sungguh, perilaku ini sangat miris.
Di beberapa tempat bukan hanya fasilitas negara dan kediaman pejabat yang di rusak, fasilitas umum, hotel, rumah masyarakat sekitar ikut terkena dampak. Kerugian menjadi bertambah. Hak-hak rakyat yang di perjuangkan, niat-niat yang tulus menjadi tercemar oleh kekesalan dan amarah yang tidak terkendali.
Indonesia sedang berduka, tidak hanya kepada kebijakan pemerintah yang di anggap tidak berpihak pada rakyat, tetapi juga peristiwa musibah yang di alami oleh Almarhum Afan Kurniawan, ini adalah duka yang mendalam bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kelakuan para oknum yang terlibat adalah biadap. Tidak hanya melanggar prinsip demokrasi dan melanggar hak asasi manusia, tetapi juga memberi ketegasan bahwa pemerintah dan aparat gagal dalam menjaga amanat revolusi, yaitu menjadikan negara yang berpihak pada rakyat. Kasusnya patut di kawal sampai para pelaku mendapatkan hukuman seberat-beratnya yang setimpal sesuai hukum yang berlaku. Serta, ini menjadi tamparan keras bagi para aparat kepolisian dalam hal pembinaan dan rasa tanggung jawab bagi seluruh anggota polisi di manapun berada. Bahwa aparat polisi seharusnya hadir paling depan untuk menjadi pelindung bagi rakyat, bukan malah menghabisi nyawa rakyat hanya untuk menyelamatkan diri dari masa aksi. Menghabisi nyawa rakyat dengan kendaraan berbahan bakar pajak rakyat, sungguh oknum-oknum yang biadap dan tidak bertanggung-jawab.
Peristiwa tersebut tidak hanya melahirkan duka, tetapi juga melahirkan amarah dan kekecewaan bagi seluruh masyarakat Indonesia kepada aparat kepolisian. Kejadian yang menimpa almarhum Afan juga menunjukan kurangnya empati dan matinya hati nurani oknum kepolisian, ini yang membuat masyarakat kecewa dan hilang respek kepada para aparat dan melakukan aksi-aksi yang brutal kepada anggota polisi.
Namun, menyerang anggota polisi yang berdiri rapih untuk bertugas secara membabi-buta adalah perilaku anarkis, membuat kita juga turut kehilangan akal sehat dan hati nurani seperti oknum-oknum itu. Merusak dan membakar kantor polisi juga bukan solusi, lagi-lagi hanya merusak fasilitas negara yang di bangun dari uang rakyat. Entah berapa banyak berkas-berkas penting dan bukti-bukti tentang berbagai kasus yang hilang atas perilaku tersebut. Bahkan mako brimob yang menjadi pusat keamanan negara ikut di serang. Jika duduk dengan pikiran yang rasional, menyerang Mako brimob bukanlah langkah yang tepat.
Mako adalah pusat komando keamanan negara, mako juga merupakan tempat berbagai senjata api milik negara di simpan. Menyerang mako sama dengan menyerang keamanan negara. Jika ingin mengawal dan memperjuangkan hak Almarhum, kawal kasus itu sampai tuntas. Sampai oknum pelaku mendapatkan hukumanan yang sepadan. Desak polri mengupas tuntas kasus-kasus rakyat yang mati di tangan aparat. Polri seharusnya hadir di tengah-tengah masyarakat untuk mengayomi, menjaga, dan melindungi rakyat, bukan menjadi malaikat pencabut nyawa. Melakukan aksi demonstrasi kepada polri atas kejadian Almarhum Afan adalah hal wajar yang di lakukan sebagai bentuk protes kepada polri atas perilaku biadap oknum-oknumnya, tetapi merusak apalagi sampai membumi-hanguskan kantor-kantor kepolisian, bahkan menyerang pusat komando keamanan negara adalah tindakan anarkis yang sangat miris.
Dari rakyat untuk rakyat, itulah semboyan yang di junjung tinggi oleh negara. Itulah mengapa negara menyediakan aparat keamanan untuk menjaga keamanan negara, sebab menjaga keamanan negara adalah sama dengan menjaga keamanan rakyat di dalam negara. Menyerang mako adalah termasuk mengancam keamanan negara. Jika keamanan negara hancur, pihak luar akan sangat mudah untuk masuk dan memporak-porandakan negeri ini. Tidakkah hal itu terpikirkan oleh kita?
Semoga setelah kejadian ini polri berbenah diri. Kasus tewasnya rakyat sipil di tangan aparat bukanlah hal yang baru, ini adalah wajah lama yang terus terjadi berulang-kali. Kritik publik atas citra dan kinerja polri tidak akan berhenti sampai ada pembenahan yang nyata untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap polri. Evaluasi, kontrol, dan akuntabilitas polri terhadap penegakan hukum pidana pada setiap anggota polri yang melanggar hukum harus mendapatkan hukuman yang keras. Jika tidak, akuntabilitas polri hanyalah omong kosong di mata masyarakat. Semoga respon masyarakat kali ini juga menjadi pembelajaran bagi para wakil rakyat dalam membuat kebijakan dan memberikan statement pada publik.
Kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Namun, jangan sampai hal itu membuat kita terprovokasi lalu melakukan aksi-aksi yang tanpa sadar justru mengancam kedaulatan negara.
Yang namanya aksi selalu berpotensi untuk chaos, apa lagi dengan kondisi seperti sekarang, benturan dengan berbagai pihak tentu tidak terelakan. Namun, semoga ade-ade mahasiswa, pemuda-pemudi serta masyarakat yang sedang berjuang di jalan tidak terprovokasi oleh pihak manapun yang ingin memperkeruh suasana dan memecah-bela persatuan indonesia demi untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Panjang umur untuk kewarasan
Panjang umur untuk kedamaian Indonesia
Panjang umur untuk Indonesiaku tercinta
Rakyat bersatu untuk negara yang lebih kuat, negara melindungi hak-hak rakyat.
Indonesia, Bhineka Tunggal Ika.
Nona Sulastri Aufat
Komentar
Posting Komentar